Minggu, 01 September 2013

PENYAKIT PADA IKAN HIAS SERTA CARA PENANGGULANGANNYA



PENDAHULUAN.
Perkembangan budidaya ikan hias di Indonesia makin lama makin menggembirakan dan berkembang sangat pesat. Namun pada prakteknya banyak sekali faktor‑faktor yang dihadapi, salah satu faktor tersebut adalah masalah penyakit ikan.
Penyakit ikan biasanya timbul berkaitan dengan lemahnya kondisi ikan yang diakibatkan oleh beberapa faktor yaitu antara lain penanganan ikan, faktor pakan yang diberikan, dan keadaan lingkungan yang kurang mendukung. Pada padat penebaran ikan yang tinggi jika faktor lingkungan kurang menguntungkan misalnya kandungan zat asam dalam air rendah, pakan yang diberikan kurang tepat baik jumlah maupun mutunya, penanganan ikan kurang sempurna, maka ikan akan menderita stress. Dalam keadaan demikian ikan akan mudah terserang oleh penyakit (Snieszko, 1973 ; Sarig, 1971).
Wabah penyakit ikan yang pertama di Indonesia terjadi pada tahun 1932 (Sachlan, 1952) yaitu ketika parasit Ichthyophthirius multifiliis menyebabkan banyak kematian pada ikan tawes (Puntius gonionotus). Kemudian pada tahun 1970 kasus wabah penyakit ikan yang disebabkan oleh Lernaea cyprinacea yang banyak menimbulkan kerugian pada produksi benih ikan mas. Pada tahun 1980 sampai 1983 dunia perikanan di Indonesia telah dirugikan dengan adanya wabah penyakit bakterial yang kemudian terkenal dengan penyakit merah yang banyak menimbulkan kerugian pada budidaya ikan mas dan lele serta ikan-ikan lainnya. Dan pada tahun‑tahun berikutnya penyakit tersebut menyebar hampir keseluruh Asia, dan kemudian terkenal dengan sebutan penyakit Epizootic Ulcerative Syndrome (EUS). Namun demikian masalah penyakit pada ikan hias belum banyak dibahas.
-------------------------------------
*) = Bahan kuliah pada pelatihan Jabatan Fungsional pengendali hama dan Penyakit Ikan
di Cisarua 27-31 Januari 2003.
**) = Peneliti Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar, Sukamandi.
Pada usaha penanggulangan beberapa bahan kimia dan antibiotika telah banyak diteliti kegunaannya untuk pemberantasa penyakit ikan. Namun demikian pengunaan bahan‑bahan tersebut diatas dirasakan banyak menimbulkan masalah sampingan terlebih‑lebih apabila pemakaian bahan tersebut tidak menuruti aturan. Maka penelitian sekarang ditujukan kepada cara yang lebih effektip dan effisien yaitu dengan usaha pencegahan. Penelitian tentang pemakaian vaksin baik untuk panyakit bakterial maupun penyakit parasiter telah mulai dilakukan (Supriyadi dan Taupik, 1983). Selain itu penelitian pemilihan strain ikan yang tahan terhadap penyakit ikan juga telah dilakukan (Supriyadi, 1986).
PERMASALAHAN YANG DIHADAPI
1. Intensifikasi budidaya.
Seperti telah disebutkan diatas bahwa system budidaya ikan di Indonesia telah sampai pada tahapan intensifikasi. Dengan intensifikasi biasanya dilakukan dengan padat penebaran yang tinggi untuk menghasilkan produksi ikan yang tinggi tanpa mempertimbangkan daya dukung lahan. Pada keadaan demikian apabila tidak didukung oleh keadaan lingkungan yang sehat dan memenuhi syarat maka akan mudah sekali timbul wabah penyakit ikan.
2. Manajemen Budidaya yang kurang sempurna
Petani ikan biasanya hanya berpikir bagaimana cara mengejar hasil yang setinggi‑tingginya tanpa memikirkan masalah lain yang sebenarnya sangat mendukung pada keberhasilan usaha budidaya. Salah satu contoh yang masih kurang diperhatikan adalah pemberian pakan yang tidak tepat tanpa mengetahui apakah pakan tersebut dimakan oleh ikan atau tidak. Dengan banyaknya pakan yang tertimbun didasar perairan maka akan banyak menimbulkan masalah berupa pembusukkan pakan yang pada akirnya akan menghasilkan bahan cemaran antara lain ammoniak.
Cara penanganan yang kasar serta kurang memperhatikan tindak aklimatisasi setelah pengangkutan ikan juga merupakan suatu faktor yang dapat menimbulkan terjadinya kasus wabah penyakit ikan.
Faktor lain adalah masalah konstruksi kolam atau bak yangbiasanya kurang sempurna dan tidak mendukung sanitasi air . Hal ini juga merupakan suatu faktor yang mempercepat terjadinya wabah penyakit ikan.
3. Masalah kualitas air yang tidak mendukung
Lingkungan yang kurang memenuhi syarat bagi usaha budidaya ikan seperti pH air yang terlalu rendah atau terlalu tinggi, kandungan zat asam yang rendah, kandungan bahan organik yang tinggi, banyaknya bahan cemaran yang masuk ketempat budidaya secara tidak langsung ataupun langsung akan membantu mempercepat timbulnya wabah penyakit ikan.
4. Kurangnya pemahaman serta keterampilan akan cara penanggulangan penyakit ikan .
Selain hal‑hal tersebut diatas juga dirasakan sangat terbatasnya pengetahuan tentang penyakit ikan oleh para petani ikan. Hal ini akan mengakibatkan kurang cepatnya arus informasi yang sampai kepada petugas yang bersangkutan sehingga akan mengakibatkan terjadinya kelambatan dalam tindakan penanggulangannya.
BEBERAPA PENYAKIT IKAN
Penyakit Parasiter.
1. Penyakit bintik putih.
Jasad penyebab penyakitnya adalah Ichthyophthirius multifiliis. Penyakit ini sering disebut dengan penyakit "Ich" atau "White spot". Gejala klinis yang ditunjukkannya adalah adanya bintik putih baik pada kulit, sirip, mata dan insang. Biasanya sering terjadi pada ikan ukuran kecil (benih). Kasus infeksinya lebih sering pada kondisi ikan dengan kepadatan tinggi, dengan suhu air rendah (dibawah 25°C).
Penanggulangan parasit ini dapat dengan cara pencegahan yaitu mempertahankan kondisi perairan dalam keadaan yang optimal antara lain cukup oksigen, mengurangi kepadatan serta mempertahankan suhu air pada keadaan otimum. Pengobatan dapat dilakukan dengan cara merendam ikan yang terinfeksi dalam suatu wadah pada larutan campuram formalin 25 ml/m3 air dan malachite green oxalat 0.15 g/m3 air selama 24 jam.
2. Penyakit Trichodiniasis
Penyakit ini disebabkan oleh Trichodina sp. Parasit ini banyak terjadi pada ikan ukuran benih terutama apabila ikan berada dalam keadaan stress yang diakibatkan antara lain oleh kepadatan terlalu tinggi penanganan yang kurang sempurna, pemberian pakan yang kurang tepat baik mutu maupun jumlahnya terutama pada keadaan temperatur air turun. Gejala klinis yang ditunjukkannya adalah ikan yang terinfeksi biasanya menggosok-gosokan badannya pada dasar atau dinding bak atau kolam.
Penanggulangan penyakit tsb dapat dilakukan dengan cara pencegahan yaitu antara lain dengan penanganan yang sempurna, penerapan sanitasi wadah, air serta manajemen budidaya yang sempurna. Pengobatan dapat dilakukan dengan cara perendaman dalam larutan formalin 25 ml/m3 air selama 24 jam, atau Acriflavin dengan dosis 3 mg/l air selama 15 sampai 30 menit yang dilakukan dalam bak atau wadah penampung.
3. Penyakit Tetrahymena
Penyakit tersebut disebabkan oleh Tetrahymena pyriformis.. Parasit dapat menginfeksi kulit dan sirip. Organisme penyebab penyakit tersebut kalau dilihat dengan menggunakan mikroskop berbentuk seperti buah pear. Gejala klinisnya biasanya ikan yang terinfeksi mengosok-gosokkan tubuhnya pada dasar atau dinding bak, serta mengibas-ibaskan siripnya. Pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan Acriflavin 3 mg/l air dengan cara perendaman selama 15 – 30 menit.
4. Penyakit Costiasis
Penyebabnya adalah Costia necatrix, merupakan parasit yang mempunyai bulu cambuk sebagai alat pergerakannya, dan kalau dfilihan dengan menggunakan mikroskop bentuknya akan kelihatan seperti kacang kedelai. Tetapi dalam keadaan nempel pada kulit akan kelihatan seperti buah pear. Gejala klinis yang ditunjukkannya ikan yang terinfeksi akan kelihatan lebih keruh dan pada infeksi berak maka ikan akan mengalami pendarahan dan luka pada kulit.
Cara penanggulangan yang dapat dilakukan adalah dengan menempatkan ikan pada suhu diatas 30oC. Pengobatan dapat dilakukan dengan Iodine 1 tetes dari larutan stock untuk tiap 5 liter (Larutan stoc dibuat dari 0.5 mg dilarutkan dalam 100 ml air).
5. Penyakit Beludru (Oodiniasis)
Penyakit tersebut disebabkan oleh parasit Oodinium pillularis, sejenis parasit yang mempunyai bulu cambuk sebagai alat geraknya. Organ tubuh yang dapat terinfeksi adalah kulit, insang dan kadang-kadang insang. Gejala klinis yang ditimbulkannya adalah berupa kulit ikan terasa kasar berwarna kuning kecoklatan. Apabila menginfeksi insang maka ikan akan menunjukkan gejala frekuensi pernafasan makin cepat.
Penanggulangan dapat dilakukan dengan menempatkan ikan yang terinfeksi pada air dengan suhu diatas 33oC selama 24 jam. Pengobatan dapat dilakukan dengan memakai Quinine sulfat 10 mg/l air selama 3 hari. Campuran copper sulfat dan asam citrat sebanyak 1.25 ml larutan stock/l air selama 10 hari (larutan stock dibuat dari 100 mg cooper sulfat ditambah dengan 25 mg asam citrat dilarutkan dalat 100 ml aquadest)
6. Penyakit "Gembil".
Parasit ini biasanya menginfeksi ikan jenis koi dan Lion head, dan biasanya merupakan bawaan dari kolam pendederan yang terinfeksi. Banyak terjadi pada ikan ukuran kecil, dan biasanya parasit tersebut berada dalam stadium spora yang membentuk kista dalam jaringan tubuh biasanya pada insang dan bagian badan. Gejala klinisnya adalah berupa bintil-bintil berwarna putih kemerahan yang terdapat pada insang, sehingga tutup insang terlihat selalu terbuka. Jenis yang menginfeksi badan akan menunjukkan benjolan pada tubuh ikan, Parasit tersebut sangat sulit untuk diberantas secara khemotherapy. Satu‑satunya jalan untuk menanggulangi parasit tersebut adalah dengan cara pencegahan, yaitu antara lain dengan menerapkan sistem majemen budidaya yang baik serta sanitasi baik pada kolam pendederan maupun air.
7. Pleistophorosis
Penyakit tersebut dapat menginfeksi ikan air tawar maupun ikan laut. Parasit yang sering terdapat terutama menginfeksi ikan dari jenis neon tetra. Penyebab penyakitnya adalah Pleistophora hypessobryconis. Gejala klinis yang ditujukkannya adalah ikan yang terinfeksi berwarna pucat,dan pada tempat infeksinya akan kelihatan berwarna putih, garis- garis warna pada ikan tersebut seolah terputus, ikan berenamg sangat lemah, kadang-kadang menunjukkan adanya kelainan tulang belakang.
Belum ada cara pengobatan yang dapat dipakai untuk menanggulangi penyakit tersebut. Ikan yang terinfeksi hendaknya segera diambil dari bak dan kemudian dikubur atau dibakar.
8. Penyakit cacing.
Cacing tersebut biasanya terdapat baik pada insang maupun pada kulit ikan. Dactylogyrus sp. dan Gyrodactylus spp., serta Quadriacanthus sp. merupakan parasit yang banyak menyerang ikan budidaya, terutama pada ikan ukuran kecil. Gejala klinis dari ikan yang terinfeksi adalah prekuensi pernafasan/gerakan insang bertambah cepat, ikan berwarna lebih gelap dan sering menggosok-gosokkan tubuh pada dasar atau dinding bak dan lama-lama ikan menjadi kurus.
Penanggulangan parasit ini dapat dengan cara mencegah terjadinya infeksi yaitu antara lain dengan mengurangi padat penebaran. Pengobatan juga dapat dilakukan dengan menggunakan Formalin 150 ml/m3 air, dengan cara perendaman dalam wadah penampung.
9. Penyakit Paser.
Penyakit ini disebabkan oleh Lernaea cyprinaceae. Stadium infektifnya adalah stadium copepodid. Gejala klinisnya biasanya ditunjukkan dengan adanya jasad parasiter yang sudah dewasa tersebut yang menancap pada badan ikan.
Pengobatan dapat dilakukan dengan perendaman dalam dalam wadah penampung dengan Fenthion 0.25 mg/l air selama 24 jam. Formalin 25 ml/m3 air selama 24 jam dengan cara perendaman. Kedua obat tersebut hanya dapat membunuh parasit pada stadium copepodid.
10. Penyakit "kutu ikan".
Parasit ini terkenal dengan nama kutu ikan (fish lice), bergerak sangat cepat, bersifat sebagai parasit obligat. Namun demikian ia hanya dapat bertahan hidup sementara diluar tubuh inangnya.
Selain sebagai parasit, Argulus juga dapat menjadi penyebab timbulnya infeksi kedua antara lain oleh bakteri, jamur maupun virus karena akibat luka gigitannya.
Pengobatan dapat dilakukan dengan merndan ikan yang terinfeksi dalam suatu wadah penampung dengan larutan garam dapur 1.25% selama 10-15 menit.
PENYAKIT BAKTERIAL
Penyakit bakterial telah banyak dilaporkan menginfeksi ikan terlebih‑lebih apabila ikan tersebut dibudidayakan dalam perairan yang kaya akan bahan organik. Pada keadaan demikian bakteri akan tumbuh dengan subur, sehingga apabila terjadi stress pada ikan oleh sesuatu sebab maka akan mudah sekali terjadi infeksi penyakit bakterial tersebut.
Ada tiga type gejala infeksi penyakit bakterial pada ikan yaitu luka pada kulit dan sirip, penyakit yang menginfeksi organ dalam, dan penyakit tuberculosis.
1. Penyakit Luka kulit sirip dan insang.
Penyakit yang menunjukkan gejala demikian dapat disebabkan oleh bakteri Myxobacteria. Salah satu species yang sering menginfeksi ikan air tawar adalah Flexibacter columnaris. Penyakit ini biasanya terjadi pada ikan yang stress akibat bertambahnya panas atau bertambah dinginnya suhu air.
Luka pada kulit pada awalnya berwarna pucat keputih‑ putihan dan luka tersebut makin lama berkembang menjadi borok yang dalam. Lama‑kelamaan ikan berwarna lebih gelap, gerakannya lamban dan akhirnya mati. Apabila bakteri tersebut menginfeksi insang maka produksi lendir biasanya akan bertambah dan lama‑lama insang ikan akan rontok. Selain itu bakteri ini dapat pula merontokkan sirip ikan.
Penanggulangan penyakit tersebut dapat dengan cara pencegahan yaitu antara lain dengan mempertahankan kualitas air supaya tetap optimal, penerapan sanitasi kolam dan manajemen budidaya yang tepat.
Pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa antibiotika yaitu antara lain Oxytetracyclin hydrochlorid 5‑10 mg/l air dengan cara perendaman selama 24 jam. Baytril juga dapat dipakai dengan dosis 8‑10 ml/m3 air dengan cara perendaman selama 24 jam dilakukan dalam wadah penampung.
2. Penyakit merah
Bakteri garam negatif sering menjadi penyebab utama penyakit bakterial pada ikan air tawar pada umumnya. Aeromonas hydrophila dan Pseudomonas sp. merupakan bakteri yang sering menginfeksi ikan air tawar.
Pada umumnya penyakit ini akan timbul pada ikan yang penanganannya kurang sempurna, pakan yang kurang tepat baik mutu maupun jumlahnya, banyak terinfeksi oleh parasit, serta air kolam yang terlalu subur, serta zat asam yang sangat rendah.
Adapun gejala yang ditunjukkannya adalah warna ikan menjadi lebih gelap, nafsu makan berkurang atau hilang, bergerombol dekat saluran pembuangan, dan kadang‑kadang timbul luka pada kulit jadi kemerah-merahan. Kalau kita membedah ikan yang terinfeksi gejala yang ditunjukkannnya adalah hatinya berwarna pucat, dan pendarahan terjadi pada organ dalam .
Penangulangan dapat dilakukan dengan cara manajemen budidaya yang baik, mengurangi kesuburan kolam, serta pemberian pakan yang tepat baik jumlah maupun mutunya. Selain itu dapat dengan menggunakan vaksin "Hydrovet". Pengobatan dapat dengan menggunakan antibiotika, baik dengan melalui suntikan, melalui makanan ataupun dengan perendaman. Pengobatan dengan melalui suntikan antara lain dengan menggunakan Oxytetracyclin HCl 25‑30 mg/kg ikan diberikan sebanyak 3 kali tiap tiga hari sekali. Pemberian antibiotika dengan melalui makanan dengan menggunakan obat yang sama dengan dosis 50 mg/kg ikan diberikan selama 7‑10 hari berturut‑turut. Perendaman dapat juga dilakukan dengan obat yang sama dengan dosis 5‑10 mg/l air selama 24 jam, atau dengan menggunakan Baytril dosis 8‑10 ml/m3 air selama 24 jam.
3. Tuberculosis .
Penyakit ini banyak menginfeksi ikan hias dan juga dapat menginfeksi ikan gurame. Bakteri penyebab penyakit ini adalah Mycobacterium fortuitum. Ikan yang terinfeksi menunjukkan gejala adanya bintil-bintil (granuloma) berwarna putih kemerahan pada hati, ginjal, ataupun pada limpha. Gejala luar yang dapat kita amati kadang‑kadang menunjukkan adanya mata yang menonjol (exopthalmos), atau perut yang menggembung. Kalau perut tersebut kita bedah maka akan kelihatan bintil-bintil kecil (tubercle) berwarna putih kemerahan terdapat pada ginjal, hati, maupun limpha.
Penyakit ini relatip agak susah untuk ditanggulangi, kecuali kalau kita dapat mendeteksi secara dini maka kita dapat berikan antibiotika Streptomycin sulfat 20 mg/kg berat ikan dengan melalui pakan dengan pemberian dalam waktu panjang.
PENYAKIT AKIBAT JAMUR (MYCOSIS).
Ada beberapa jamur yang telah dilaporkan menginfeksi ikan hias. Jamur dari golongan Phycomycetes genus Saprolegnia dan Achlya telah banyak menimbulkan banyak kerugian. Jamur tersebut dapat menginfeksi ikan terutama ikan yang mnendapat penanganan kurang sempurna. Biasanya terjadi pada waktu pasca angkut dll.
Penanggulangan penyakit ini dapat dilakukan dengan cara pencegahan maupun cara pengobatan. Cara pencegahan yang dapat dilakukan ialah selain harus menangani ikan secara sempurna. Pengobatan dapat dilakukan dengan perendaman dalam larutan Malachite Green Oxalat 0.15 g/m3 air selama 24 jam. Sedangkan untuk treatmen telur ikan dapat dilakukan perendaman dengan obat yang sama 3 mg/l air selama 12 jam.
PENYAKIT AKIBAT INFEKSI VIRUS
1. Penyakit Lymfosistis (Lymphocyctis)
Penyakit sering ditemukan pada ikan hias terutama dari jenis siklid. Pada prinsipnya penyakit ini hanya mempengaruhi penampilan dari ikan tersebut menjadi tidak indah lagi. Virus ini tidak menimbulkan kematian yang tinggi bagi ikan yang terinfeksi.
Gejala klinisnya mudah dikenali yaitu dengan adanya bintil berwarna keputih-putihan baik pada kulit maupun pangkal sirip.
Penanggulangan bagi penyakit ini sulit untuk dilakukan dan juga tidak ada obat yang bisa digunakan untuk mengobati penyakit ini. Namun demikian penyakit ini sangat jarang terdapat di Indonesia.
2. Penyakit bunga kol (Papilomatosis)
Seperti halnya penyakit Lymfosistis, penyakit bunga kol ini juga penyakit yang hanya dapat mengakibatkan pada penurunan mutu atau penampilan dari ikan hias tersebut. Penyakit ini biasanya lebih sering terjadi pada ikan hias jenis sidat. Ikan lily juga pernah ditemukan terinfeksi oleh penyakit tersebut.
Gejala klinis yang ditimbulkannya meliputi adanya bangunan seperti bunga kol pada mulut ikan hias tersebut.
Penyakit tersebut sangat sukar untuk ditanggulangi terutrama denga cara pengobatan. Salah satu usaha penanggulangan yang bisa dilakukan adalah dengan cara pencegahan, yaitu antara lain memelihara kebersihan air, kolam/bak serta penerapan pola budidaya yang sempurna.
3. Penyakit busuk insang (Koi Herpes Virus /KHV).
Pada ikan hias jenis Koi penyakit akibat infeksi virus yang terkenal adalah penyakit “Koi Herpes Virus” . Penyakit ini telah merugikan produksi ikan hias koi di seluruh dunia. Di Indonesia penyakit ini telah mewabah pada tahun 2002 dan mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit. Selain itu penyakit tersebut juga dapat menginfeksi ikan konsumsi dari jenis ikan mas.
Gejala klinis yang ditimbulkan meliputi:
§ Ikan menunjukkan gejala yang makin melemah
§ Memisahkan diri dari kelompok
§ Produksi lendir berlebih, tapi kemudian lendir ikan menjadi berkurang sehingga ikan akan terasa kesat kalau diraba.
§ Warna ikan menjadi lebih pucat.
§ Gejala spesifiknya adalah ditujukkan dengan insang yang membusuk. Oleh karena itu penyakit ini terkenal dengan penyakit busuk insang.
Seperti halnya kedua jenis penyakit virus diatas, penyakit inipun tidak mudah untuk ditanggulangi. Pola pencegahan seperti pada penyakit-penyakit tersebut diatas merupakan tindakan yang hanya dapat dilaksanakan. Kalau kita temukan penyakit ini sebiknya harus segera dimusnahkan dengan cara dikubur atau dibakar.
DAFTAR PUSTAKA.
Sarig, S. 1971. Diseases of Warmwater Fishes. TFH Publ., Neptune City, New Jersey.
Sachlan, M. 1952. Notes on parasites of freshwater fishes in Indonesia. Contrib. Inl. Fish.Res. Stat. No. 2. 1 ‑ 60.
Snieszko, S.F. 1973. The effect of environmental stress on outbreak of infection diseases of fishes. J. Fish. Biol. (6) : 197‑208.
Supriyadi, H. dan P. Taufik. 1983. Penelitian pendahuluan immunisasi ikan dengan cara vaksinasi. Bull. Pen. PD .4 (1): 34 ‑36.
Supriyadi, H. 1986. The susceptibility of various fish species to infection by the bacterium Aeromonas hydrophila. p. 241 ‑ 242. In J.L. Maclean, L.B. Dizon and L.V. Hosillos (eds) The first Asian Fisheries Forum. Asian Fisheries Society, Manila, Philippines.
Untergasser,D. 1989. Handbook of Fish Diseases. In H.R. Axelrod (ed). TFH Publications.

Tidak ada komentar: