Senin, 03 Juni 2013

BUDIDAYA PAKAN ALAMI Tubifex sp.


BUDIDAYA PAKAN ALAMI
Tubifex sp.

 
I. PENDAHULUAN

          Budidaya ikan semakin berkembang, kebutuhan akan pakan mejadi salah satu masalah yang menjadi perhatian serius dari akuakulturis yang bergerak di bidang ini. Salah satu pakan yang menjadi kebutuhan bagi kegiatan budidaya adalah pakan alami. Ada berbagai macam pakan alami yang menjadi perhatian para akuakulturis, seperti fitoplankton, zooplankton, cacing, dan maggot. Pakan alami dikembangkan dengan berbagai tujuan seperti pemenuhan kebutuhan nutrisi, sebagai first feeding dalam pembenihan ikan, dan lain sebagainya.
          Pengembangan pakan alami yang masih tergolong tradisional adalah cacing sutera. Sebagian besar pemenuhan kebutuhan akan cacing sutera didapat dari alam. Hal tersebut dikarenakan teknologi budidaya dari cacing sutera ini belum berkembang dengan baik, sehingga masih mengandalkan tangkapan dari alam. Kebutuhan cacing sutera berasal dari sentra-sentra pembenihan ikan konsumsi dan budidaya ikan hias air tawar. Proses pengambilan cacing sutera dari alam membutuhkan penaganan khusus dan ketelatenan agar didapatkan cacing yang tahan dan dapat hidup di luar habitatnya hingga dapat didistribusaikan kepada konsumen.



II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi Cacing Tubifex sp
Cacing Tubifex sp sering disebut dengan cacing sutera, klasifikasi cacing sutra menurut Gusrina (2008) adalah :
Filum   : Annelida
Kelas   : Oligochaeta
Ordo    : Haplotaxida
Famili  : Tubifisidae
Genus  : Tubifex
Spesies: Tubifex sp.
          Cacing ini memiliki bentuk dan ukuran yang kecil serta ramping dengan panjangnya 1-2 cm, sepintas tampak seperti koloni merah yang melambai-lambai karena warna tubuhnya kemerah-merahan, sehingga sering juga disebut dengan cacing rambut. Cacing ini merupakan salah satu jenis benthos yang hidup di dasar perairan tawar daerah tropis dan subtropis, tubuhnya beruas-ruas dan mempunyai saluran pencernaan, termasuk kelompok Nematoda. Cacing sutera hidup diperairan tawar yang jernih dan sedikit mengalir. Dasar perairan yang disukai adalah berlumpur dan mengandung bahan organik. Makanan utamanya adalah bagian-bagian organik yang telah terurai dan mengendap di dasar perairan tersebut (Djarijah 1996).
          Cacing sutera merupakan organisme hermaprodit yang memiliki dua alat kelamin jantan dan betina sekaligus dalam satu tubuh. Berkembangbiak dengan bertelur, proses peneluran terjadi di dalam kokon yaitu suatu segmen yang berbentuk bulat telur yang terdiri dari kelenjaar epidermis dari salah satu segmen tubuhnya. Telur tersebut mengalami pembelahan, kemudian berkembang membentuk segmen-segmen. Setelah beberapa hari embrio dari cacing ini akan keluar dari kokon. Cacing sutera ini mulai berkembangbiak setelah 7-11 hari (Lukito dan Surip 2007).
          Induk yang dapat menghasilkan kokon dan mengeluarkan telur yang menetas menjadi tubifex mempunyai usia sekitar 40-45 hari. Jumlah telur dalam setiap kokon berkisar antara 4-5 butir. Waktu yang dibutuhkan untuk proses perkembangbiakan telur di dalam kokon sampai menetas menjadi embrio tubifex membutuhkan waktu sekitar 10-12 hari. Jadi daur hidup cacing sutera dari telur, menetas hingga menjadi dewasa serta mengeluarkan kokon dibutuhkan waktu sekitar 50-57 hari (Gusrina, 2008).

2.2 Ekologi Cacing Tubifex sp
          Brinkhurst et al., (2000) Cacing Tubifex sp umumnya ditemukan pada daerah air perbatasan seperti daerah yang terjadi polusi zat organik secar berat, daerah endapan sedimen dan perairan oligotropis. Ditambahkan bahwa spesies Cacing Tubifex sp ini bisa mentolelir perairan dengan salinitas dengan 10 ppt. Kemudian oleh Cartwright (2004), dikatakan bahwa dua faktor yang mendukung habitat hidup Cacing Tubifex sp ialah endapan lumpur dan tumpukan bahan organik yang banyak..
          Oksigen terlarut merupaka parameter yang sangat penting dalam kehidupan setiap organisme yang hidup. Setiap organisme hidup pasti membutuhkan oksigen untuk respirasi yang selanjutnya akan digunakan dalam proses metabolisme suntuk meombak bahan organik yang dimakan menjadi sari makanan yang dimanfaatkan sebagai energi untuk tumbuh berkembang biak dan bergerak (Sedana et al., 2003).
          Kemudian Arhipova (1996) menyatakan bahwa kelimpahan Cacing Tubifex sp akanberkurang dimana keanekaragaman jenis organisme tinggi. Kelimpahannya akan semangkin tinggi bila standing corps rendah sekalipun. Maka predator pemakan cacing akan banyak dalam kondisi perairan seperti di atas. Dan jika semua jenis cacing tak ditemui dalam perairan maka dapat dikatakn perairan tersebut dalam keadaan tercemar logam berat.
          Vincentius (1992) menyatakan bahwa ketinggian air pada lingkungan pemeliharaan Cacing Tubifex spi berpengaruh terhadap ketahanan hidup dan perkembangannya. Jika iar terlalu tinggi, maka koloni atau populasi Cacing Tubifex sp akan tidak berkembang bahkan akan mengalami kematian karena Cacing Tubifex sp ini membutuhkan oksigen dari luar untuk bernapas. Sedangkan apabila air terlau rendah atau sedikit, maka lingkungannya akan cepat panas sehingga Cacing Tubifex sp ini tidak akan dapat bertahan hidup lebih lama. Ketinggian air yang optimal pada populasi Cacing Tubifex sp adalah setinggi 6 cm.
Semangkin tinggi kadar amoniak pada kelimpahan Cacing Tubifex sp semangkin rendah. Meningkatnya kadar amoniak hingga 0,29-0,96 mg/l diikuti dengan menurunya kelimpahan Cacing Tubifex sp (Davis, 1982).
          Organisme hidup yang bersifat membutuhkan oksigen untuk beberapa reaksi biokimia yaitu untuk mengoksidasikan bahan organik, sintesis sel dan oksidasi sel (Sunu, 2001).
          Air sungai yang suhunya naik akan mengganggu kehidupan hewan air dan organisme air lainnya karena kadar oksigen terlarut dalam air akan turun bersamaan dengan kenaikan suhu. Padahal setiap kehidupan memerlukan oksigen untuk bernapas. Oksigen yang terlarut dalam air berasal dari udara yang secara lambat terdifusi ke dalam air. Makin tinggi kenaikan suhu air, makin sedikit oksigen yang terlarut di dalamnya (Wardhana, 1994).
          Kenaikan suhu air akan berakibat pada jumlah oksigen terlarut di dalam air menurun, kecepatan reaksi kimia meningkat, kehidupan ikan dan hewan air lainya terganggu dan suhu yang terlampau panas bisa mematikan ikan dan hewan air lainya (Suhu, 2001).
          Pertukaran gas oksigen dan CO2 pada Cacing Tubifex sp, dilakukan melalui permukaan tubuh. Kebanyakan Cacing Tubifex sp membangun tabung pada substratnya dan bagian ekornya melambai-lambai, sehingga bisa membuat sirkulasi air dan membuat oksigen lebih banyak untuk diterima oleh permukaan tubuh. Ditambahkan bahwa populasi Cacing Tubifex sp tak bisa diperbaiki pada kondisi yang tanpa oksigen (Pennak, 1978).
          Dausend (1931) dalam Pennak (1978) menyatakan bahwa hanya sepertiga spesimen sampel Cacing Tubifex sp yang digunakan mampu bertahan pada kondisi an aerob selama 48 hari pada suhu 0-2 C dan pada suhu yang lebih tinggi persentasenya lebih sedikit lagi. Penelitian lain menunjukan angka populasi lebih rendah lagi setelah 120 hari, pada kondisi an aerob.
Secara umum, konsentrasi oksigen yang lebih rendah membuat gerakan bagian ekor Cacing Tubifex sp semakin giat untuk melambai menghasilkan aerasi. Tetapi jika kadar oksigen mulai punah, maka Cacing Tubifex sp menjadi diam pergerakannya (Pennak, 1978).
          Sel sensor pada kulit Cacing Tubifex sp secara umum sensitif terhadap sentuhan suhu dan rangsangan kimiawi dari luar. Suhu memang bukanlah salah satu faktor pembatas bagi Cacing Tubifex sp tetapi sering kali mempengaruhi kelimpahan Cacing Tubifex sp klas Oligochaeta ini (Pennak, 1978).
2.3 Reproduksi Cacing Tubifex sp
          Cacing Tubifex sp adalah termasuk organisme hermaprodite. Pada satu individu organisme ini terdapat 2 (dua) alat kelamin dan berkembangbiak dengan cara bertelur dari betina yang telah matang telur. Hasil perkembangbiakannya berupa telur yang dihasilkan oleh cacing yang telah mengalami kematangan sel kelamin betinanya. Telur ini selanjutnya dibuahi oleh kelamin jantan telah matang.













III. BUDIDAYA CACING Tubifex sp


3.1 Pembibitan Cacing Tubifex sp
          Cacing Tubifex sp yang hidup diperairan alam dapat ditangkarkan ditempat-tempat terkontrol, misalnya kubangan tanah namun kita menggunakan sterefoam untuk penangkarannya. Di dalam sterefoam ini kondisi (habitat) dibuat menyamai (mirip) habitat alami berlumpur. Sterefoam diisi campuran pupuk kandang (kotoran ayam) dan dedak halus setebal 1 cm. Pupuk kandang dilumatkan dan dicampurkan dengan dedak halus. Selanjutnya diratakan dan diisi sama aur. Biarkan rendaman ini sampai membentuk endapan. Kemudian dimasukkan „klon“ (bibit) Cacing Tubifex sp yang diangkat dari perairan alam dan aliran air untuk menggantikan peresapan dan penguapan. Aliran air dibesarkan sedikit setelah bibit ditanam (ditebarkan). Aliran air dibesarkan sedikit setalah bibit ditanam (ditebarkan). Aliran air ini dibutuhkan untuk menggantikan air yang ada secara terus menerus.
Masa penakaran Cacing Tubifex sp ini tergantung tujuan produksi cacing yang didinginkan. Biasanya Cacing Tubifex sp akan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru selama beberapa hari. Cacing Tubifex sp ini mulai berkembang biak setelah 7 samapi 11 hari penakarannya. Terpenting yang harus diperhatikan selama penakaran Cacing Tubifex sp ini jangan samapi terjadi kekeringan, karena Cacing Tubifex sp ini tidak akan tumbuh dan berkembangbiak dengan baik bila dalam kondisi kering. Hasil penakaran Cacing Tubifex sp ini selanjutnya digunakan sebagai bibit pada produksi massal Cacing Tubifex sp di temapat pemeliharaan yang ukurannya lebih luas.
Tujuan penakaran Cacing Tubifex sp yaitu untuk memperoleh bibit Cacing Tubifex sp yang telah terbiasa hidup di lingkungan/tempat (habit) buatan. Dengan cara ini setidaknya kematian bibit Cacing Tubifex sp dalam produksi massal dapat dihindarkan sehingga persiapan lahan pemeliharaan Cacing Tubifex sp sesuai.
3.2  Kultur Massal Cacing Tubifex sp
          Produksi massal Cacing Tubifex sp merupakan upaya menumbuhkan dan mengembangbiakan Cacing Tubifex sp ini dalam tempat pemeliharaan yang terkontrol. Tempat pemeliharaannya berupa kubangan tanah berlumpur dan tergenang air. Secara berurutan kegiatan produksi Cacing Tubifex sp adalah dengan mebuat kubangan, mempersiapkan dasar kubangan agar berlumpur dan tergenang air, memelihara dan memungut hasil (panen).
          Lahan pemeliharaan Cacing Tubifex sp dibuat didaerah berair. Bentuknya mirip kolam dan luasnya 10 x 10 m atau ukuranya lebih. Lahan ini dilengkapi dengan saluran pemasukan dan pengeluaran air. Dasar kolam dibuat petakan –petakan (blok) lumpur setinggi 10 cm. Luas petakan Cacing Tubifex sp ini adalah 1 x 2 m. Lebih baik jika dasar petakan Cacing Tubifex sp ini dilapisi papan kayu aatau dibentuk dalam cetakan. Lapisan atau cetakan ini untuk mempermudah pemanenan dan sebagai penangkal Cacing Tubifex sp yang akan meloloskan diri masuk dalam tanah yang lebih dalam lagi. Jarak anatar petakan adalah 20 cm agar memudahkan dalam waktu pemanenan kelak.
          Seperti hal pemanenan ikan dan udang pada umumnya, lahan untuk produksi Cacing Tubifex sp sangat perlu disiapkan. Awalnya lahan tersebut perlu dikeringkan, saluran diperbaiki dan tanah digemburkan serta digenangi air setinggi 5 cm dari permukaan dasar. Selanjutnya dipupuk dengan dedak halus atau kotoran ayam. Pemupukan lahan Cacing Tubifex sp bertujuan untuk menyediakan bahan makanan Cacing Tubifex sp yang dipelihara. Jika lahan menggunakan dedak halus, maka membutuhkan dedak hakus sebanyak 200-250 gr/m. Dedak ini ditebarkan merata diatas permukaan dasar petakan lalu direndam air setinggi 5 cm selama 4 hari. Jika lahan menggunkan kotoran ayam, maka membutuhkan 300 gr/m. Sebelum ditebarkan, kotoran ayam dibersihkan dan dikeringkan lalu kemudian dihaluskan.
          Pupuk ayam yang dikeringkan dan dihaluskan ini kemudian dicampurkan dengan tanah dasar petakan lalu direndam air setinggi 5 cm selama 3 (tiga) hari. Tujuan dari perendaman ini adalah agar dedak halus atau pupuk segera membusuk sehingga disukai Cacing Tubifex sp sebagai makanannya.
          Bibit dalam produksi Cacing Tubifex sp secara massal ini diambil dari hasil penangkapan di tempat yang terkontrol. Sebelum bibit ditebarkan, aliran air dikontrol agar alirannya stabil. Aliran air tidak terlalu besar tetapi cukup untuk mengisi air yang menguap dan meresap ke dalam tanah. Walaupun kelebihan air, diusahakan agar tidak menimbulkan erosi. Apalagi membawa bahan-bahan hasil pemupukan. Aliran air untuk mengisi tempat pemeliharaan Cacing Tubifex sp di perkirakan samapi setinggi 5 cm di atas petakan yang kira-kira membutuhkan waktu 45-60 menit.
          Hal lain yang perlu dikontrol sebelum bibit ditebarkan adalah konsentrasi amoniak (NH) dalam air. Gas beracun ini biasanya dihasilkan dari proses pembusukan bahan organik terutama kotoran ayam. Konsentrasi NH dalam air yang terlalu tinggi (pekat) akan mengakibatkan kematian konsentrasi Cacing Tubifex sp yang dibudidayakan.
          Penebaran bibit dimulai dengan membuat lubang kecil-kecil di atas dengan petakan (blok). Jarak antar lubang 10-15 cm dan lubang ini selanjutnya dengan koloni bibit Cacing Tubifex sp hasil penakaran beserta media dan tanahnya. Jumlah Cacing Tubifex sp dalam koloni yang di tanam setiap lubang 10 ekor.
          Masa pemeliharaan produksi Cacing Tubifex sp ini sekitar 10 hari. Bila kondisi lingkungan cocok dan jumlah pakannya cukup, bibit-bibit Cacing Tubifex sp akan berkembang pesat. Hal yang perlu diperhatikan dalam produksi massal Cacing Tubifex sp adalah aliran air. Meskipun aliran air harus kecil, tetapi jangan sampai kekeringan.
          Memanen Cacing Tubifex sp sangat mudah, yakni diambil dengan tangan beserta lumpur. Kemudian ditaruh dalam ember dan dicuci bersih. Panen Cacing Tubifex sp sebaiknya dilakukan secara acak, yaitu tidak seluruh populasi Cacing Tubifex sp pada setiap bedengan diambil, tetapi disisakan sebagai bibit pada pemeliharaan berikutnya. Panen total hanya dilakukan jika kondisi tanah dan medianya tidak cukup lagi menyediakan makanan. Keadaan ini dapat diketahui setelah perkembangan Cacing Tubifex sp kelihatan lambat. Untuk produksi lebih lanjut setelah panen total, bedengan harus dibokar dan diolah seperti biasa.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
          Keberadaan pakan alami mutlak dibutuhkan sebagai selah satu unit dalam kesatuan usaha budidaya pembenihan. Jenis Cacing Tubifex sp adalah salah satu pakan alami bagi ikan dan udang yang mempunyai kandungan gizi yang baik di dalam tubuhnya.
          Cacing Tubifex sp mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan disebabkan kandungan lemak dan protein yang ada dalam tubuhnya. Kandungan protein dalam tubuhnya cukup tinggi yaitu berkisar 51,9% protein, lemak 22,3% dan abu 5,3% serta kandungan asam aminonya juga lengkap.
4.2 Saran
          Permasalah yang kerap terjadi dalam penyediaan pakan alami Cacing Tubifex sp ini adalah dalam masalah pengangkutan ke tempat lain yang jauh. Kerap dijumpai matinya Cacing Tubifex sp ini dalam masa pengangkutan tersebut sehingga Cacing Tubifex sp tidak segar dan tidak disukai ikan dan udang saat pemberian pakannya, ataupun tidak bisa dikembang biakan lagi ditempat lain. Hal ini yang harus dipertimbangkan dan dikaji lebih lanjut lagi.




DAFTAR PUSTAKA

Djarijah A S. 1996. Pakan Ikan Alami. Yogyakarta: Kanisius.
Gusrina. 2008. Budidaya Ikan Jilid 2. Direktorat Pengembangan Sekolah Menengah Kejuruan. Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah. Departemen Pendidikan Nasional.
Khairuman, Amri K, dan Sihombing T. 2008. Peluang Usaha Budidaya Cacing Sutra. Jakarta: PT Agromedia Pustaka.
Lukito A dan Surip P. 2007. Panduan Lengkap Lobster Air Tawar. Jakarta: Penebar Swadaya.
Arkhipova, N.R. 1996. Morphology of Pectinate Setae in Tubificids (tubificidae, oligochaeta). Zoologicheskii Zhurnal 75(2): 178-187. Rusia. Barnes, R.D. 1974. Invertebrate Zoology. 3rd Edition. W.B. Sounders Comp. Philadelphia. 870p.
Cartwright, D. 2004. Effect of Riparian Zone and Associanted Stream Substrata on Tubifex tubifex. National Fish Health Research Laboratory. Kearnysville. USA.
Chumaidi dan Suprapto, 1986. Populasi Tubifex sp di Dalam Media Campuran Kotoran Ayam dan lumpur Kolam. Bulletin. Panel Perikanan Darat 5(2): 6-11 Balitanwar. Bogor. Davis, J. R.., View Record of Aquatic Oligochaeta From Texas With Observation on Their Ecological Characteristics. Hidrobiologia 96:15-29.
Departemen Pertanian, 1992. Pedoman Teknis Budidaya Pakan Alami dan Udang. Pusat Penelitian dan Pengambangan Perikanan (tidak diterbitkan).
Fadholi, M.R, Mulyanto dan Zakiyah, U. 2001. Kajian Ekologis Cacing Rambut (Tubifex sp) Dalam Upaya Mengorbitkanya Sebagai Indikator Biologis Pencemaran Bahan Organik di Perairan. Jurnal ilmu-ilmu Hayati. Vol 13 No. 1 Juni 2001.
Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya Malang. http://www.dkp.go.id/content.php?c=2343. 5 Desember 2007. 8:30 pm. Mueller, 1774. Taxonomic and Nomenclature. ITTS Standar Report: Tubifex 1996.
Pennak, R.W. 1978. Freshwater Invertebrates of United States. 2nd. Ed. A. Willey Interscience Pbl. John Willey and Sons. New york.
Priyambodo, K. dan Wahyu ningsih, K. 2001. Budidaya Pakan Alami Untuk Ikan. Pustaka Setia. Yogyakarta. 64 Hal. Sarwosari, E.N.U.R. 1992. Pengaruh Pemberian Udang Rebon (Acetes sp, Tubifex sp dan Kombinasi keduanya terhadap pertumbuhan dan Warna Ikan Oskar (Astronomatus ocellatus cuvier).
Karya Ilmiah. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 74 hal (tidak diterbitkan).
Sunu, P. 2001. Melindungi Lingkungan dengan Menerapkan ISO 14001. Grasindo. Jakarta. 295 hal. Supeni, T. Mintje. S.T dan Talumewo, Y.P. 1994. Biologi. Erlangga. Jakarta.178 hal.
Vincentius, A. 1992. Peranan Tinggi Substrat Terhadap Kualitas Tubifex pada ketinggian Air Budidaya 6 cm. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 96 hal (tidak diterbitkan).
Wardhana, W.A. 1994. Dampak Pencemaran Lingkungan. Penerbit Andi. Yogyakarta. 459 hal.

Tidak ada komentar: