A. BIOLOGI Chlorella
sp
1. KLASIFIKASI
Chlorella merupakan alga hijau yang diklasifikasikan sebagai berikut:
Phylum : Chlorophyta
Kelas : Chlorophyceae
Ordo : Chlorococcaales
Family : Chlorellacea
Genus :
Chlorella (Bougis, 1979)
Menurut habitat hidupnya ada dua macam
Chlorella, yaitu
Chlorella
yang hidup di air tawar maupn yang hidup di air laut. Contoh
Chlorella
yang hidup di air laut adalah
C. minutissima, C. vulgaris, C. pyrenoidosa,
C. virginica.
2. MORFOLOGI
Bentuk sel bulat atau bulat telur, merupakan alga bersel tunggal, tetapi
kadang-kadang dijumpai bergerombol. Diameter selnya berkisar 2-8 mikron,
berwarna hijau karena klorofil merupakan pigmen yang dominan, dinding selnya
keras terdiri atas selulosa dan pectin. Sel ini mempunyai protoplasma yang
berbentuk cawan. Chlorella dapat bergerak tetapi sangat lambat sehingga pada
pengamatan seakan-akan tidak bergerak.
Gambar 1: Morfologi Chlorella sp
3. SIFAT-SIFAT EKOLOGI DAN FISIOLOGI
Chlorella bersifat kosmopolit yang dapat tumbuh dimana-mana, kecuali pada
tempat yang sangat kritis bagi kehidupan. Alga ini dapat tumbuh pada salinitas
0-35 ppt. salinitas 10-20 ppt merupakan salinitas optimum untuk pertumbuhan
alga ini. Alga ini masih dapat bertahan hidup pada suhu 40
0C, tetapi
tidak tumbuh. Kisaran suhu 25-30
0C merupakan kisaran suhu yang
optimal.
Alga ini berproduksi secara aseksual dengan pembelahan sel, tetapi juga
dapat dengan pemisahana utospora dari sel induknya. Reproduksi sel ini diawali
dengan pertumbuhan sel yang membesar. Periode selanjutnya adalah terjadinya
peningkatan aktivitas sintesa sebagai bagian dari persiapan pembentukan sel
anak, yang merupakan tingkat pemasakan awal. Tahap selanjutnya terbentuk sel
induk muda yang merupakan tingkat pemasakan akhir, yang akan disusul dengan
pelepasan sel anak.
B. PRINSIP KULTUR Chlorella
sp
Salah satu contoh phytoplankton adalah
Chlorella sp.
Chlorella
sp merupakan mikro alga sehingga dalam dunia pembenihan sering hanya
disebut alga. Kultur
Chlorella sp murni atau monospesifik species
dimulai dari kegiatan isolasi kemudian dikembangkan secara sedikit demi sedikit
secara bertingkat. Media kultur yang digunakan mula-mula hanya beberapa liter
saja, kemudian berangsur-angsur meningkat ke volume yang lebih besar hingga
mencapai skala massal. Kultur hingga volume 3 liter masih dilakukan didalam
laboratorium sehingga sering disebut dengan kultur skala laboratorium.
Selanjutnya dilakukan kultur aut-door yang dapat mencapai volume 60-100 liter
yang merupakan tahapan kultur selanjutnya. Karena kultur ini menggunakan proses
yang bertingkat-tingkat dari volume kecil ke volume yang lebih besar, maka
prinsip kultur ini disebut dengan kultur bertingkat atau berlanjut.
Pertumbuhan
Chlorella sp sangat erat kaitannya dengan ketersediaan
hara makro dan mikro serta dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Factor-faktor
lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan
Chlorella sp antara
lain cahaya, suhu, tekanan osmotic, dan pH air.
Kultur
Cholorella sp skala laboratorium biasanya memerlukan kondisi
lingkungan terkendali. Hal ini dimaksudkan agar pertumbuhannya optimal sehingga
didapatkan bibit yang bermutu tinggi untuk skala kultur selanjutnya.
Gambar
2: Kultur masal
Chlorella sp.
C. STERILISASI
1. METODE STERILISASI
Pada dasarnya persiapan untuk kultur berbagai jenis phytoplankton adalah
sama, misalnya pada kultur Chlorella sp, yaitu sterilisasi alat dan bahan yang
bertujuan untuk membunuh mikroorganisme yang tidak diinginkan. Ada lima metode
sterilisasi, yakni:
a. Sterilisasi Basah
Metode ini dilakukan dengan cara perebusan. Botol-botol kultur dan peralatan
lain yang akan digunakan direbus dengan air hingga mendidih selama 2 jam. Air
yang akan digunakan untuk kultur juga dapat disterilkan dengan cara ini.
b. Sterilisasi dengan
Autoclave dan Oven
Sterilisasi dengan autoclave pada dasarnya menggunakan uap air panas
bertekanan, sedangkan sterilisasi menggunakan oven menggunakan udara panas.
Sterilisasi model ini umumnya digunakan untuk mensterilkan alat-alat dan botol
kultur yang terbuat dari gelas.
c. Sterilisasi
dengan Penyaringan
Metode ini dilakukan untuk cairan/larutan yang tidak tahan terhadap suhu
tinggi, misalnya vitamin, sehingga dilakukan penyaringan dengan sebuah saringan
yang steril.
d. Sterilisasi dengan
Sinar Ultra Violet
Sinar UV dengan panjang gelombang 2000-3000 A dapat membunuh mikroorganisme
dengan cara menghancurkan struktur proteinnya. Metode ini banyak digunakan untk
mensterilkan ruang kerja dan air.
e. Sterilisasi Kimia
Bahan-bahan yang biasa digunakan untuk sterilisasi ini adalah HCL, HgCl
2,
Alkohol, Formalin, Phenol, Chlorin, dan sebagainya.
2. CARA STERILISASI
a. Sterilisasi Peralatan yang
digunakan untuk isolasi Phytoplankton
Sterilisasi peralatan yang akan digunakan untuk isolasi dapat menggunakan
autoclave dengan suhu 121
0C dan tekanan 1 kg/cm
3 atau
menggunakan oven pada suhu sekitar 105
0C.
Mula-mula peralatan isolasi yang terdiri atas tabung reaksi, cawan petri,
pipet ukur, dan lain-lain dicuci dengan air tawar dan detergen yang kemudian
diletakkan di rak dan ditunggu hingga kering. Setelah kering, cawan petri dan
pipet ukr dibungkus dengan kertas krap, sedangkan tabung reaksi ditutp dengan
karet penutup, terutama apabila sterilisasinya menggunakan autoclave. Tetapi
apabila menggunakan oven, peralatan tidak perlu dibungkus kertas, cukup
dimasukkan kedalam tabung stainless, kemudian ditutup rapat dan dislotip dengan
slotip tahan panas. Peralatan tersebut disusun dalam autoclave kemudian ditutup
rapat. Sterilisasi dengan autoclave berjalan 15 menit pada suhu 121
0C
dengan tekanan 1 kg/cm
3. Sedangkan menggunakan oven berjalan 5 jam
pada suhu 105
0C.
b. Sterilisasi Media
Kultur
Sterilisasi media kultur dapat dilakukan dengan autoclave. Media yang akan
disterilisasi mula-mula dimasukkan kedalam botol atau erlenmayer bersih.
Selanjutnya botol atau erlenmayer tersebut ditutup dengan kapas atau gabus, dan
diatasnya ditutup kembali dengan aluminium foil dan diikat dengan slotip.
Selanjutnya botol atau erlenmayer yang telah berisi media tersebut disusun rapi
dalam autoclave dan siap untuk disterilisasi.
c. Sterilisasi Alat
Alat-alat yang cukup besar sehingga tidak dapat masuk kedalam autoclave atau
oven, dapat disterilkan dengan cara kimia, misalnya dengan HCl atau chlorine.
Peralatan kultur yang sudah dicuci bersih direndam dengan HCl 10% selama 2
hari, kemudian dibilas dengan air tawar. Selain itu dapat dengan merendam
peralatan pada larutan chlorine 150 mg/l selama 12-24 jam, kemudian dinetralisir
dengan 40-50 mg/l Na-Thiosulfat dan dibilas dengan air tawar hingga bau
chlorine hilang.
d. Sterilisasi Media tidak
Tahan Panas
Media pengkaya yang tidak tahan panas, misalnya vitamin, disterilisasi
dengan penyaringan. Saringan yang digunakan 2,5-3 mikron. Media tersebut
selanjutnya ditempatkan dalam wadah yang steril dan ditutup rapat dengan
aluminium foil.
e. Sterilisasi pada
Kultur semi Out-door dan Out-door/missal
Untuk kultur missal sterilisasi alat dan bahan dilakukan dengan cara
chlorinisasi karena cara ini lebih cepat, ekonomis, dan secara tekhnis mudah
dilaksanakan. Cara chlorinisasi tersebut adalah sebagai berikut: bak dicuci
bersih dengan menggunakan sabun/detergen lalu disterilkan dengan larutan
Na-Thiosulfat 40-50 mg/l. Terakhir bak dibilas dengan air tawar sampai bersih
dan bau chlorine hilang.
Air sebagai media kultur juga dapat disterilkan dengan menggunakan chlorine.
Air laut yang akan digunakan sebelumnya disaring, lalu disterilkan dengan
chlorine 60 mg/l selama minimal 1 jam dan dinetralisir dengan larutan
Na-Thiosulfat 20 mg/l untuk menghilangkan sisa-sisa chlorine dalam air laut
hingga bau chlorine hilang. Air yang telah steril disimpan dalam bak yang tidak
tembus sinar dan ditutup dengan penutup tidak tembus sinar untuk mencegah
pertumbuhan lumut atau phytoplankton lain yang tidak dikehendaki.
D. TEKHNIK BUDIDAYA Chlorella
sp
Ada beberapa tahapan yang dilakukan dalam kultur
Chlorella sp,
yaitu koleksi dan isolasi.
1. Koleksi
Koleksi bertujuan untuk mendapatkan species
Chlorella sp dari alam
untuk dikultur secara murni. Pengambilannya dialam dapat menggunakan plankton
net.
Chlorella sp yang diperoleh dapat dikembangkan dengan menggunakan
pupuk
2. Isolasi
Ada beberapa metode untuk mengisolasi phytoplankton, khusus untk
fitoplankton jenis
Chlorella sp menggunakan metode isolasi goresan.
Metode ini sangat baik digunakan untuk mengisolasi phytoplankton sel tunggal
seperti
Chlorella sp.
Metode ini menggunakan media agar-agar. Agar-agar sebanyak 1,5% dicampur
dengan air laut pada salinitas tertentu, kemudian dipanaskan hingga mendidih
dan larut sempurna berwarna kuning jernih.
Selama proses pemanasan harus diaduk terus menerus untuk mencegah terjadinya
kerak atau penggumpalan. Setelah pemanasan selesai, larutan agar-agar tersebut
kemudia diangkat dan ditunggu sampai agak dingin baru dilakukan pemupukan
dengan menggunakan pupuk Allen Miquel (untuk sekala laboratorium) dengan
komposisi KNO
3 20,2 gr, Akuades 100 gr, sedangkan untuk skala massal
ukuran 1-4 ton digunakan pupuk teknis yang terdiri dari: KNO
3 100
gr/ton, FeCl
3 3 gr/ton, dan NaH
2PO
4. 10 H
2O
10 gr/ton dan sesuai dosis yang diinginkan.
Gambar 3: Kultur Chlorella sp.
Larutan agar-agar yang telah dipupuk disterilisasi dengan autoclave (121
0C,
15 menit) atau pengukusan sekitar 30 menit. Bahan-bahan pengkaya yang tidak
tahan panas harus disterilkan secara terpisah. Angkat dan biarkan agak dingin,
sekitar 50
0C. Selanjutnya dituangkan kedalam cawan petri yang sudah
steril dengan tebal kurang lebih 3 mm atau kedalam tabung reaksi yang sudah
steril dalam posisi miring. Agar miring pada tabung reaksi tersebut biasa
digunakan untuk penyimpanan isolat. Selanjutnya dituang hingga membeku.
Setelah media agar membeku, kemudian ditulari bibit
Chlorella sp
yang berasal dari air sampel dengan cara goresan menggunakan ose yang telah
dibakar dengan pembakar spritus. Bibit digoreskan dalam media agar-agar pada
cawan petri dengan pola zig-zag. Untuk mencegah kontaminasi oleh mikroorganisme
lain maka cawan petri ditutup atau disegel dengan isolasi.
Untuk penumbuhan, cawan petri atau tabung reaksi tersbeut diletakkan pada
rak kultur serta disinari dengan dua buah lampu TL 40 watt secara terus
menerus. Cawan petri diletakkan dalam posisi terbalik. Hal ini dilakukan untuk
menghindari terjadinya proses pengeringan akibat penyinaran dengan lampu TL
secara terus menerus atau terjadinya penetesan embun dari bagian tutup cawan
petri ke media agar-agar.
Setelah beberapa hari inokulum akan tampak tumbuh pada goresan media
agar-agar, tetapi masih dicampur dengan phytoplankton jenis lain, kemudia
dilakukan penggoresan berulang-ulang pada media agar-agar yang sama sampai
diperoleh bibit yang benar-benar murni. Isolate yang diinkubasi dalam ruangan ber
AC untuk menjaga kestabilan suhu 25-27
0C. isolate juga dapat
dipindah kecawan petri yang lain atau pada agar miring dalam tabung reaksi
apabila diperlukan.
Gambar 4: Isolasi Chlorella sp.
Hasil kultur murni dari media agar-agar dikembangkan pada media cair dalam
tabung reaksi dengan volume media kultur 10 ml. bibit diambil dengan jarum ose
yang steril kemudia dipindah ke tabung rekasi decara aseptis. Sebelumnya
Chlorella
sp yang tumbuh pada permukaan agar-agar diperiksa lebih dahulu dengan cara
memindahkan phytoplankton pada gelas objek yang telah diberi media kultur 1
tetes. Selanjutnya dilakukan pengamatan dibawah mikroskop. Apabila
phytoplankton yang diamati sesuai dengan keinginan kemudian dilakukan inokulasi
pada tabung reaksi yang berisi air laut yang telah diperkaya oleh unsure hara
dan ditumbuhkan. Larutan diaduk dengan cara dikocok sesering mungkin selama
masa kultur. Apabila bibit pada tabung reaksi tersebut telah tumbuh dengan
baik, maka phytoplankton tersebut (
Chlorella sp) dapat dikembangkan
kedalam botol-botol kultur yang lebih besar.
E. PERTUMBUHAN PLANKTON (Chlorella
sp)
Pertumbuhan phytoplankton dalam kultur dapat ditandai dengan bertambah
besarnya ukuran sel atau bertambah banyaknya jumlah sel. Hingga saat ini
kepadatan sel digunakan secara luas untuk mengetahui pertumbuhan phytoplankton
dalam kultur pakan alami. Ada empat fase pertumbuhan, yaitu:
1. Fase Istirahat
Sesaat setelah
penambahan inokulum
kedalam
media kultur, populasi tidak mengalami perubahan. Ukuran sel pada saat ini pada
umumnya meningkat. Secara fisiologis phytoplankton sangat aktif dan terjadi
proses sintesis protein baru. Organism mengalami metabolism, tetapi belum
terjadi pembelahan sel sehingga kepadatan sel belum meningkat.
2. Fase
Logaritmik/Eksponsial
Fase ini diawali oleh pembelahan sel dengan laju pertumbuhan tetap. Pada
kondisi kultur yang optimum, laju pertumbuhan pada fase ini mencapai maksimal.
3. Fase Stasioner
Pada fase ini, pertumbuhan mulai mengalami penurunan dibandingkan dengan
fase logaritmik. Pada fase ini laju reproduksi sama dengan laju kematian.
Dengan demikian penambahan dan pengurangan jumlah phytoplankton relative sama
ata seimbang sehingga kepadatan phytoplankton tetap.
4. Fase Kematian
Pada fase ini laju kematian lebih cepat daripada laju reproduksi. Jumlah sel
menurun secara geometric. Penurunan kepadatan phytoplankton ditandai dengan
perubahan kondisi optimum yang dipengaruhi temperature, cahaya, pH air, jumlah
hara yang ada, dan beberapa kondisi lingkungan yang lain.
F. PENGHITUNGAN KEPADATAN
PHYTOLANKTON (Chlorella sp)
Penghitungan kepadatan plankton digunakan sebagai salah atu ukuran
mengetahui pertumbuhan phytoplankton, mengetahui kepadatan bibit, kepadatan
pada awal kultur, dan kepadatan pada saat panen. Kepadatan phytoplankton dapat
dihitung dengan menggunakan Hemacytometer.
Hemacytometer banyak digunakan untuk menghitung sel-sel darah. Untuk dapat
mempergunakan alat-alat ini perlu alat yang lain yaitu mikroskop dan pipet
tetes. Untuk memudahkan penghitungan phytoplankton yang diamati biasanya
menggunakan alat bantu hand counter.
Hemacytometer merupakan suatu alat yang terbuat dari gelas yang dibagi
menjadi kotak-kotak pada dua tempat bidang pandang. Kotak tersebut berbentuk
bujur sangkar dengan sisi 1 mm, sehingga apabila ditutup dengan gelas penutup
volume ruangan yang terdapat diatas bidang bergaris adalah 0,1 mm atau 10
-4
ml. Kotak bujur sangkar yang mempunyai sisi 1 mm tersebut dibagi lagi menjadi
25 buah kotak bujur sangkar, yang masing-masing dibagi lagi menjadi 16 kotak bujur
sangkar kecil.
Cara penghitungan kepadatan phytoplankton dengan Hemacytometer adalah
sebagai berikut: Hemacytometer dibersihkan dan dikeringkan terlebih dahulu
dengan tissue. Kemudian gelas penutupnya dipasang. Phytoplankton yang akan
dihitung kepadatannya diteteskan dengan menggunakan pipet tetes pada bagian
parit yang melintang hingga penuh. Penetesan harus hati-hati agar tidak terjadi
gelembung udara dibawah gelas penutup. Selanjutnya Hemacytometer tersebut
diamati dibawah mikroskop dengan pembesaran 100 atau 400 kali dan dicari bidang
yang berkotak-kotak. Untuk mengetahui kepadatan phytoplankton dengan cara
menghitung phytoplankton yang terdapat pada kotak bujur sangkar yang mempunyai
sisi 1 mm. apabila jumlah phytoplankton yang didapat adalah N, maka kepadatan
phytoplankton adalah N x 10
4 sel/ml.
G. PEMANENAN
Berdasarkan pola pertumbuhan phytoplankton, maka pemanenan phytoplankton
harus dilakukan pada saat yang tepay yaitu pada saat phytoplankton tersebut
mencapai puncak populasi. Apabila pemanenan phytoplankton terlal cepat atau
belum mencapai puncak populasi, sisa zat hara masih cukup besar sehingga dapat
membahayakan organism pemangsa karena pemberian phytoplankton pada bak larva
kebanyakan dengan cara memindahkan massa air kultur phytoplankton. Sedangkan
apabila pemanenan terlambat maka sudah banyak terjadi kematian phytoplankton
sehingga kualitasnya turun. Khusus untuk phytoplankton jenis Chlorella sp
pemanenan dilakukan pada saat 4 hari karena phytoplankton tersebut mencapai
puncak populasi pada saat hari ke 4 setelah pembibitan maka sebaiknya segera
dipanen.
Pemanenan phytoplankton dapat dilakukan dengan berbagai macam alat sesuai
dengan kebutuhan dan jumlah phytoplankton. Adapun peralatannya antara lain :
centrifuge, plate separator, dan berbagai macam filter. Pemanenan dapat
dilakukan secara total atau sebagian. Apabila panen dilakukan sebagian,
phytoplankton yang telah siap dipanen diambil sebanyak 2/3 bagian. Kemudian
kedalam sisa phytoplankton yang 1/3 bagian tersebut ditambahkan air laut dengan
salinitas tertentu (10-20 ppt). selanjutnya dilakukan pemupukan sekitar ½
dosis. Panen sebagian ini sebaiknya dilakukan tidak lebih dari tiga kali pada
bak budidaya yang sama, setelah itu harus dilakukan panen total.
H. PASCA PANEN
Chlorella sp yang telah dipanen memiliki banyak peranan yang sangat
penting, baik sebagai pakan alami larva terutama larva ikan kakap putih, ikan
kakap merah, dan ikan kerapu, juga sebagai green water pada pemeliharaan
berbagai jenis larva. Bahkan kini banyak digunakan dalam system pengolahan dan
penanggulangan air limbah.
Chlorella sp ternyata sudah dikonsumsi
manusia dan sangat mudah didapatkan dipasaran dalam berbagai bentk, seperti
tablet, sirup, permen, shampoo, sabun, handbody lotion, dan lain-lain.
Hasil pemanenan dapat disimpan dalam bentuk kering didapat dari hasil
penjemuran phytoplankton konsentrat dibawah sinar matahari.penjemuran dilakukan
dalam kotak penjemuran bertenaga surya yang dapat menghasilkan udara panas
dengan suhu sekitar 70
0C. Dengan suhu ini komposisi gizi
phytoplankton terutama protein tidak rusak.
Chlorella sp yang kering
yang didapat disimpan dalam botol-botol yang tertutup rapat. Pengeringan juga
dapat dilakukan dengan menggunakan oven. Phytoplankton freeze (beku) didapat
dari hasil penyimpanan phytoplankton yang telah dipadatkan didalam freezer.
I. PEMELIHARAAN STOK MURNI
Untuk memelihara kesinambungan kultur phytoplankton perlu dilakukan
pemeliharaan stok murni. Stok murni dapat disimpan dalam media agar-agar dan
media cair serta disimpan dalam lemari pendingin. Penyimpanan stok murni dalam
media cair dilakukan dalam tabung reaksi volume 10 ml, diberi pupuk dan tanpa
aerasi, tetapi harus dilakukan pengocokan setiap hari. Biakan stok murni ini
diletakkan pada rak kultur dengan pencahayaa lampu TL. Biakan stok murni ini
harus diganti seminggu sekali. Penyimpanan stok murni dalam lemari pendingin
dapat bertahan sampai satu bulan, dan sebaiknya segera digunakan dan diganti
dengan stok murni yang baru.