LAPORAN
PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS
ANALISA NILAI DMA SUATU PERAIRAN
DENGAN METODE ANALISA TITRASI ASAM BASA
OLEH :
HENDRA
GUNAWAN
120330058
PROGAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
ACEH UTARA
2013
Puji syukur saya panjatkan kehadirat
Allah SWT yang telah memberikan saya rahmat dan karunia-Nya sehingga laporan pratikum kimia analisis yang berjudul “ANALISA NILAI DMA SUATU PERAIRAN DENGAN METODE
ANALISA TITRASI ASAM BASA.” dapat
terselesaikan tepat pada waktu yang telah ditentukan.
Dalam kesempatan ini, saya
mengucapkan terimakasih kepada asisten pembimbing yaitu firman dan kiki yang telah banyak membantu saya memberikan
arahan-arahan, saran, bimbingan serta petunjuk selama praktikum dilaksanakan.
Saya telah berupaya memaksimalkan
tenaga, waktu dan pikiran saya untuk membuat kesempurnaan laporan ini. Namun
tidak tertutup kemungkinan banyak kesalahan yang tidak sengaja dalam penulisan
laporan ini. Kritik dan saran dari para pembaca sangat diharapkan demi
kesempurnaan pada masa yang akan datang.
Sebagai penutup, saya mengucapkan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu saya dalam penulisan
laporan ini.
Reulet, Mei 2013
Penulis
Isi
Halaman
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
PENDAHULUAN
Latar Belakang 1
Tujuan pratikum 2
TINJAUAN PUSTAKA
Dasar
teori 3
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat 5
Bahan dan Alat 5
Prosedur
Kerja 5
Prosedur Praktikum 6
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil 7
Pembahasan 7
Penghitungan 8
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan 9
DAFTAR PUSTAKA 10
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Air
merupakan senyawa yang bersifat pelarut universal, karena sifatnya tersebut,
maka tidak ada air dan perairan alami yang murni. Tetapi didalamnya terdapat
unsur dan senyawa yang lain. Dengan terlarutnya unsur dan senyawa tersebut,
terutama hara mineral, maka air merupakan faktor ekologi bagi makhluk hidup.
Walaupun demikian ternyata tidak semua air dapat secara langsung digunakan
memenuhi kebutuhan makhluk hidup, tetapi harus memenuhi kriteria dalam setiap
parameternya masing-masing.
Dalam menentukan kualitas air atau baik buruknya perairan dapat ditentukan oleh berbagai faktor, yaitu : derajat keasaman (pH), oksigen terlarut, karbondioksida bebas, daya menggabung asam (DMA), dan salinitas air,. Kebutuhan air untuk berbagai aspek kehidupan menyangkut baik kuantitas maupun kualitasnya. Apabila jumlah airnya berlebihan atau kurang dari yang dibutuhkan, maka akan mengganggu demikian juga kualitas airnya harus sesuai dengan peruntukannya.
Dalam menentukan kualitas air atau baik buruknya perairan dapat ditentukan oleh berbagai faktor, yaitu : derajat keasaman (pH), oksigen terlarut, karbondioksida bebas, daya menggabung asam (DMA), dan salinitas air,. Kebutuhan air untuk berbagai aspek kehidupan menyangkut baik kuantitas maupun kualitasnya. Apabila jumlah airnya berlebihan atau kurang dari yang dibutuhkan, maka akan mengganggu demikian juga kualitas airnya harus sesuai dengan peruntukannya.
Titrasi merupakan suatu metoda untuk menentukan kadar suatu zat dengan
menggunakan zat lain yang sudah dikethaui konsentrasinya. Zat yang
akan ditentukan kadarnya disebut sebagai “titrant” dan biasanya diletakan di
dalam Erlenmeyer, sedangkan zat yang telah diketahui konsentrasinya disebut
sebagai “titer” dan biasanya diletakkan di dalam “buret”. Baik titer maupun
titrant biasanya berupa larutan.
Titrasi asam
basa disebut juga titrasi adisi alkalimetri. Kadar atau konsentrasi asam basa
larutan dapat ditentukan dengan metode volumetri dengan teknik titrasi asam
basa. Volumetri adalah teknik analisis kimia kuantitatif untuk menetapkan kadar
sampel dengan pengukuran volume larutan yang terlibat reaksi berdasarkan
kesetaraan kimia. Kesetaraan kimia ditetapkan melalui titik akhir titrasi yang
diketahui dari perubahan warna indicator dan kadar sampel untuk ditetapkan
melalui perhitungan berdasarkan persamaan reaksi.
Tujuan Pratikum
1.
Mahasiswa
dapat menerapkan prinsip titrasi asam basa untuk mengukur nilai DMA (alkalinitas)
di perairan
TINJAUAN PUSTAKA
Dasar teori
Nilai pH merupakan
salah satu parameter yang praktis bagi pengukuran kesuburan suatu perairan.
Banyak reaksi kimia penting yang terjadi pada tingkatan pH yang sulit. Menurut
jenis dan aktivitas biologinya suatu perairan dapat mengubah pH dari unit
penanganan limbahnya (Mahida, 1984), tetapi pada umumnya batas toleransi ikan
adalah berkisar pada pH 4 “Aerd penth point” sampai pH 2 “Basie death point”.
Perairan yang memiliki kadar pH 6,5 – 8,5 merupakan perairan yang sangat ideal
untuk tempat hidup dan produktifitas organisme air. Derajat keasaman sering
juga digunakan untuk memperoleh gambaran tentang kemampuan atau perairan dalam
memproduksi garam mineral. Garam mineral merupakan faktor penentu bagi semua
proses produksi di suatu perairan. Derajat keasaman perairan merupakan suatu
parameter penting dalam pemantauan kualitas air, dengan mengetahui jumlah kadar
pH suatu perairan kita dapat mengetahui tingkat produktifitas perairan tersebut.
Kandungan pH dalam suatu perairan dapat berubah-ubah sepanjang hari akibat dari
proses fotosintesis tumbuhan air. Derajat keasaman suatu perairan juga sangat
menentukan kelangsungan hidup organisme dan merupakan resultan sifat kimia,
fisika perairan (Welch, 1952). Jumlah ion hidrogen dalam suatu larutan
merupakan suatu tolak ukur keasaman. Lebih banyak ion H+ berarti lebih asam
suatu larutan dan lebih sedikit ion H+ berarti lebih basa larutan tersebut.
Larutan yang bersifat basa banyak mengandung OH- dan sedikit ion H+. Keasaman
dan kebasaan diukur dengan skala logaritma antara 1 sampai 14 satuan. Satuan
ini disebut pH dan skalanya skala pH. Oleh karena itu, nilai pH rendah
menunjukan kondisi asam, dan nilai pH yang tinggi menunjukan konsentrasi H+ rendah
atau konsentrasi OH- tinggi (Nybakken, 1988).
Oksigen memegang peranan penting sebagai indikator kualitas perairan, karena oksigen terlarut berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik dan anorganik. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal dari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut (Salmin, 2000).
Oksigen memegang peranan penting sebagai indikator kualitas perairan, karena oksigen terlarut berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik dan anorganik. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal dari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut (Salmin, 2000).
Daya Menggabung Asam (DMA) adalah
suatu cara menyatakan alkalinitas suatu perairan. Jika DMA rendah, perairan itu
kurang baik daya penyangganya, sebaliknya jika DMA tinggi, maka perairan
tersebut daya produksinya secara hayati bisa menjadi lebih besar dalam batas
tertentu (Soeseno, 1970). Menurut Wardoyo
(1981), alkalinitas atau DMA suatu perairan dapat digunakan indikator
subur atau tidaknya suatu perairan. Alkalinitas juga menggambarkan kandungan
basa dalam kation NH4, Ca, Mg, K, Na, dan Fe yang pada umumnya bersenyawa dengan anion karbonat dan
bikarbonat, asam lemah dan hidroksida. Soeseno
(1974) menyatakan apabila DMA suatu perairan tinggi maka daya produksi secara
hayati bisa besar, dan apabila DMA perairan rendah maka perairan itu kurang
baik daya penyangganya (softwater) (modul pratikum kimia analisis, 2013).
Berdasarkan penentuan DMA menurut (asmawi, 1983) perairan dibagi menjadi 4 golonganyaitu:
Perairan dengan DMA 0 sampai 0,5. Perairan golongan ini terlalu asam dan tidak produktif sehingga tidak baik untuk memelihara ikan. Perairan dengan DMA 0,5 sampai 2,0.Perairan ini pH-nya masih belum mantap tetapi sudah dapat di pakai untuk memelihara ikan, dan produktifitas kandungan bahan organik sudah tergolong tinggi. Perairan dengan DMA 2,0 sampai 5,0 . Perairan golongan ini pH-nya sudah agak basa, sangat produktif dan sangat baik untuk kehidupan ikan. Perairan dengan DMA 5,0. Perairan yang ini tarmasuk golongan perairan yang terlalu basa, dengan demikian berarti kurang baik untuk memelihara ikan (Soeseno, 1974).
Berdasarkan penentuan DMA menurut (asmawi, 1983) perairan dibagi menjadi 4 golonganyaitu:
Perairan dengan DMA 0 sampai 0,5. Perairan golongan ini terlalu asam dan tidak produktif sehingga tidak baik untuk memelihara ikan. Perairan dengan DMA 0,5 sampai 2,0.Perairan ini pH-nya masih belum mantap tetapi sudah dapat di pakai untuk memelihara ikan, dan produktifitas kandungan bahan organik sudah tergolong tinggi. Perairan dengan DMA 2,0 sampai 5,0 . Perairan golongan ini pH-nya sudah agak basa, sangat produktif dan sangat baik untuk kehidupan ikan. Perairan dengan DMA 5,0. Perairan yang ini tarmasuk golongan perairan yang terlalu basa, dengan demikian berarti kurang baik untuk memelihara ikan (Soeseno, 1974).
METODE PRAKTEK
Waktu dan Tempat
Praktikum kimia analisis ini dilaksanakan
pada hari Senin, tanggal 20 MEI 2013 yang
dimulai dari pukul 14.30 WIB – 16.00 WIB. Praktikum ini diadakan di
laboratorium Budidaya perairan, Fakultas pertanian Universitas Malikussaleh.
Alat Dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam pratikum ini adalah buret, statif dan klem, Erlemayer, pipet tetes, gelas ukur 1000 ml, gelas ukur 100, labu takar, corong.
Alat-alat yang digunakan dalam pratikum ini adalah buret, statif dan klem, Erlemayer, pipet tetes, gelas ukur 1000 ml, gelas ukur 100, labu takar, corong.
Sedangkan
bahan-bahan yang digunakan adalah sampel air (payau), indicator metal orange,
natrium karbonat,
Prosedur Kerja
1.
Prosedur
Penentuan DMA :
a.
Diambil
sampel air dengan gelas ukur 100 ml dan pindahkan ke dalam erlemayer.
b.
Lalu tambahkan
3 tetes indicator metal orange (MO).
c.
Kemudian dititrasi dengan larutan HCl
0,1 N sampai larutan berwarna merah bata dan titrasi dilakukan duplo.
d.
Penghitunggan
nilai DMA menggunakan rumus sebagai berikut :
Kadar DMA : x p x q ml/L
Keterangan :
p= jumlah ml larutan HCl yang terpakai
q= normalitas larutan HCl.
Kadar DMA : x p x q ml/L
Keterangan :
p= jumlah ml larutan HCl yang terpakai
q= normalitas larutan HCl.
Metode
Praktikum
a.
Diambil
sampel air dengan gelas ukur 100 ml dan pindahkan ke dalam erlemayer.
b.
Lalu
tambahkan 3 tetes indicator metal orange (MO).
c.
Kemudian
mengambil 100 ml HCl, masukkan kedalam gelas ukur.
d.
Masukkan 100
ml HCl kedalam buret, untuk melakukan proses titrasi
e.
Sampel air
yang sudah di berikan indicator metal
orange (MO), di titrasi dengan HCl dan erlemayer digoyang-goyangkan perlahan-lahan
f.
Titrasi diberhentikan ketika penambahan tetes demi tetes HCl merubah warna sampel air (payau) menjadi merah bata.
g.
Pekerjaan diulang dua kali (duplo).
h.
Catat berapa ml larutan standar yang digunakan dengan
melihat batas cairan dalam buret.
i.
Hitung berapa normalitas larutan yang dititrasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Dari hasil penentuan nilai DMA
yang dilakukan dengan 2 (dua) kali pengujian dengan sampel air (payau)
Hasil uji pertama
|
Hasil uji kedua
|
kadar DMA 2.5
|
kadar DMA 3,7
|
Pembahasan
Berdasarkan tabel di atas, perbandingan daya
menggabung asam (DMA) pada 2
(dua) kali percobaan. Data yang diperoleh yaitu :
Uji pertama menghabiskan 2,5
ml HCl untuk merubah warna sampel menjadi merah bata,
Dan uji kedua menghabiskan
3,7 ml HCl untuk merubah warna menjadi merah bata.
Dalam percobaan ke-1, HCl 100 ml dimasukkan
ke dalam labu gelas ukur 100 ml , kemudian
ditambahkan 3 tetes indicator
metal orange, dan
dimasukkan ke dalam buret, kemudian dibiarkan menetes setetes demi setetes
hingga indikator berubah warna atau titik akhir titrasi tercapai, yaitu pada
saat konsentrasi HCl 25 M.
Sedangkan dalam percobaan ke-2 indikator berubah warna atau titik akhir titrasi
tercapai pada saat konsentrasi HCl 3,7 M. Dari
selisih diatas terjadi sangat sedikit kesalahan ini dikarenakan karena:
1.
Kurang telitinya dalam melakukan proses titrasi.
2.
Adanya kesalahan
saat memasukkan HCl kedalam buret.
3.
Kurangnya ketelitian dalam memperhatikan perubahan
warna indikator.
Berdasarkan tabel di atas, perbandingan daya
menggabung asam (DMA) pada pengujian
pertama dan kedua sangat berbeda. Data yang diperoleh yaitu : uji sampel pertama 2.5 ml/L, dan uji sampel kedua 3,7
ml/L .
Jika nilai
alkanitas yang terlalu tinggi atau rendah dapat menghambat perkembangan
organisme perairan, DMA perairan berkisar antara 2,0-5,0 ppm dan membagi
perairan menjadi empat golongan sebagai berikut:
Perairan dengan DMA 0-0,5 terlalu asam dan tidak produktif sehingga tidak baik untuk pemeliharaan ikan.Perairan dengan DMA 0,5-2,0 memiliki pH belum mantap tapi sudah dapat dipakai untuk memelihara dan produktifitasnya tergolong tinggi.
Perairan dengan DMA 2,0-4,0 pH sudah agak basa, sangat produktif dan baik untuk pemeliharaan ikan. Perairan dengan DMA 5,0 maka tergolong terlampau basa sehingga kurang baik untuk pemeliharaan ikan (Soeseno, 1974).
Perairan dengan DMA 0-0,5 terlalu asam dan tidak produktif sehingga tidak baik untuk pemeliharaan ikan.Perairan dengan DMA 0,5-2,0 memiliki pH belum mantap tapi sudah dapat dipakai untuk memelihara dan produktifitasnya tergolong tinggi.
Perairan dengan DMA 2,0-4,0 pH sudah agak basa, sangat produktif dan baik untuk pemeliharaan ikan. Perairan dengan DMA 5,0 maka tergolong terlampau basa sehingga kurang baik untuk pemeliharaan ikan (Soeseno, 1974).
Penghitungan
V1
= 2,5
V2 = 3,7
V rata –
rata = V1 + V2 / 2
2,5 + 3,7 /
2 = 3.1
Percobaan
pertama nilai DMA yang dihasilkan
= 2,5 x 0,1
N
= 0.25
percobaan kedua nilai DMA yang dihasilkan
= 3,7 x 0,1
= 0.37
Penjelasan
P1 + P2 / 2
= 0.25 + 0,37 / 2
= 0,31
Jadi hasil
nilai DMA dari duplo adalah
0.31
KESIMPULAN
Uji pertama
menghabiskan 2,5 ml HCl untuk merubah warna sampel menjadi merah bata, Dan uji
kedua menghabiskan 3,7 ml HCl untuk merubah warna menjadi merah bata.
Jika nilai
alkanitas yang terlalu tinggi atau rendah dapat menghambat perkembangan
organisme perairan, DMA perairan berkisar antara 2,0-5,0 ppm dan membagi
perairan menjadi empat golongan.
Untuk menunjukkan kapasitas penyangga
dan tingkat kesuburan suatu perairan dapat dilihat berdasarkan besar kecilnya
nilai alkalinitas total atau DMA.
Hasil nilai
DMA dari duplo adalah 0.31
DAFTAR
PUSTAKA
Asmawi,
S. 1983. Pemeliharaan Ikan Dalam Keramba . PT. Gramedia, Jakarta.
Boyd, C.E. 1988. Water Quality in Warmwater Fish Ponds. Fourt Printing. Auburn University Agricultural Experiment Station, Alabama USA. 395.
G, Alaerts dan S.S. Santika. (1987). Metoda Penelitian Air. Surabaya: Usaha Nasional.
Graham, J.B. 1997. Air Breating Fishes. Academic Press, London.
Huet, H.B.N. 1970. Water Quality Criteria for Fish Life Bioiogical Problems in Water Pollution. PHS. Publ. No. 999-WP-25. 160-167 pp.
Lee,C.D. wang and C. L. Kuo 1978. Benthos Makro invertebrate and fish as biologycal indikator of water quality. In E.A.R. Quano. Asian Ins. Teach, Bangkok.
Mahida, U. N. 1984. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri. C. V. Rajawali. Jakarta.
Boyd, C.E. 1988. Water Quality in Warmwater Fish Ponds. Fourt Printing. Auburn University Agricultural Experiment Station, Alabama USA. 395.
G, Alaerts dan S.S. Santika. (1987). Metoda Penelitian Air. Surabaya: Usaha Nasional.
Graham, J.B. 1997. Air Breating Fishes. Academic Press, London.
Huet, H.B.N. 1970. Water Quality Criteria for Fish Life Bioiogical Problems in Water Pollution. PHS. Publ. No. 999-WP-25. 160-167 pp.
Lee,C.D. wang and C. L. Kuo 1978. Benthos Makro invertebrate and fish as biologycal indikator of water quality. In E.A.R. Quano. Asian Ins. Teach, Bangkok.
Mahida, U. N. 1984. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri. C. V. Rajawali. Jakarta.
Modul pratikum kimia analisis,budidaya perairan
fakultas pertanian universitas malikussaleh (2013).
Salmin. 2000. Kadar Oksigen Terlarut di Perairan Sungai Dadap, Goba, Muara Karang dan Teluk Banten. Dalam : Foraminifera Sebagai Bioindikator Pencemaran, Hasil Studi di Perairan Estuarin Sungai Dadap, Tangerang (Djoko P. Praseno, Ricky Rositasari dan S. Hadi Riyono, eds.) P3O – LIPI hal 42 – 46.
Soeseno, S. 1970. Limnologi. Direktorat JenderaL Perikanan Departemen Perikanan, Jakarta.
Soeseno. S . 1970. Limnologi untuk Sekolah Perikanan Menengah Atas. IPB, Bogor.
Soeseno. 1970. Pencemaran Lingkunga. Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Jawa Tengah.
Salmin. 2000. Kadar Oksigen Terlarut di Perairan Sungai Dadap, Goba, Muara Karang dan Teluk Banten. Dalam : Foraminifera Sebagai Bioindikator Pencemaran, Hasil Studi di Perairan Estuarin Sungai Dadap, Tangerang (Djoko P. Praseno, Ricky Rositasari dan S. Hadi Riyono, eds.) P3O – LIPI hal 42 – 46.
Soeseno, S. 1970. Limnologi. Direktorat JenderaL Perikanan Departemen Perikanan, Jakarta.
Soeseno. S . 1970. Limnologi untuk Sekolah Perikanan Menengah Atas. IPB, Bogor.
Soeseno. 1970. Pencemaran Lingkunga. Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Jawa Tengah.
1 komentar:
ndra, ni nabil, yang pernah bantu hendra praktik pas semester 1 kayaknya yang sama p hatta,
ni pas nyari tugas kualitas air di IPB, dapat referensi dari hendra, trims ndra
Posting Komentar